“There’s no success without succession” (Anonim)
Tidak ada sebuah keberhasilan tanpa sebuah suksesi (pergantian generasi/ warisan tongkat estafet) merupakan sebuah pernyataan yang sangat tajam. Betapa tidak, selama ini saya berpikir bahwa ketika berbicara tentang “kesuksesan” itu berarti saya telah memperoleh “semua” yang saya inginkan. Sementara kesuksesan sejati adalah ketika kita mewariskan apa yang kita peroleh dalam hidup kepada generasi sesudah kita (baca: keturunan).
Itulah yang saya pikirkan sebagai seorang calon Ayah. Tentu saja seorang calon ayah yang harus berpikir tentang masa depan yang akan diperoleh anak- anaknya. Dan masa depan itu, jelaslah bukan sebuah masa depan yang “suram” melainkan masa depan yang “cemerlang” karena saya sangat menyanyangi anak saya.
Ketika merenungkan sebuah ayat dalam Amsal 13: 22 “ Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya” , saya berpikir tentang warisan apakah yang akan saya tinggalkan untuk anak- anak saya. Tentu saja saya nanti dapat meninggalkan warisan harta benda kepada anak- anak saya, tetapi pikiran saya tetap saja berpikir pasti ada sesuatu yang lebih berharga untuk diwariskan daripada sekedar “harta benda”.
Mata saya telah melihat dan telinga saya telah banyak mendengar bahwa banyak kejahatan yang dilakukan oleh anak- anak orang kaya yang bergelimang dengan harta benda. Bagi banyak orang sepertinya harta benda telah menjadi semacam jaminan untuk masa depan yang lebih baik. Tetapi kenyataan bahwa banyak generasi muda terjerumus dalam banyak hal yang negatif sebagai akibat harta yang melimpah telah menguatkan saya bahwa harta bukanlah sesuatu yang “paling berharga” untuk diwariskan walaupun harta juga penting untuk dipikirkan.
Perenungan saya akhirnya mendapatkan jawabannya ketika saya membaca sebuah artikel tentang pengaruh yang ditinggalkan oleh seorang ayah terhadap anak- anaknya maupun generasi penerusnya. Saya akan bagikan artikel tentang penelitian tersebut kepada Anda.
Penelitian tersebut dilakukan oleh sebuah tim sosiolog di New York Amerika Serikat terhadap 2 garis keturunan dari seorang yang bernama Max jukes dan seorang yang bernama Jonathan Edward yang keduanya hidup dalam kurun waktu yang bersamaan di abad ke -18.
Max Jukes bukanlah orang yang beriman, dia adalah orang yang tidak punya prinsip. Istrinya juga tidak pernah menjadi orang yang beriman sampai saat wafatnya. Apa pengaruh abadi yang Max jukes dan istrinya tinggalkan bagi keluarganya? Inilah gambaran yang diperoleh dari 1.200 keturunan Max Jukes:
· 440 orang menjadikan pesta pora sebagai gaya hidup mereka;
· 310 orang menjadi gelandangan dan pengemis
· 190 orang menjadi pelacur
· 130 orang menjadi narapidana
· 100 orang menjadi pecandu minuman keras
· 60 orang mempunyai kebiasaan mencuri
· 55 orang menjadi korban pelecehan seks
· 7 orang menjadi pembunuh
Hasil penyelidikan membuktikan bahwa tidak satupun dari keturunan Jukes yang memberi kontribusi yang berarti bagi masyarkat, sebaliknya keluarga yang terkenal karena keburukannya ini secara kolektif telah merugikan negara bagian New York sebesar 1.200.000 dolar Amerika.
Sementara, bagaimana dengan Jonathan edwards? Jonathan Edwards adalah berasal dari keluarga yang taat. Ia menikah dengan Sarah, sorang wanita yang ssetia kepada Tuhan. Dan inilah keturunan mereka:
· 300 orang menjadi pendeta, misionaris atau guru besar di bidang teologi
· 120 orang menjadi profesor (guru besar) di bidang akademis
· 110 orang menjadi pengacara
· Lebih dari 60 orang menjadi dokter
· Lebh dari 60 orang menjadi author buku bermutu
· 30 orang menjadi hakim
· 14 orang menjadi rektor
· 3 orang menjadi anggota Kongres
· 1 orang menjadi wakil presiden Amerika serikat
· Sisanya enjadi pemilik pabrik di Amerika serikat
Mereka berdua berusaha meninggalkan warisan yang bentuknya sama sekali berbeda dari warisan uang.
Inilah warisan itu!
Sebuah warisan dari kehidupan orang tua yang “dipindahkan” kepada anak- anaknya. Sebuah hal yang lebih berharga dari sekedar harta yaitu kehidupan yang Allah telah berikan di dalam hidup orang tua yang akan diwariskan kepada anak- anak supaya anak- anak itu kelak punya pengaruh yang positif (baca: impact) untuk mengubahkan generasi dan masyarakatnya menjadi lebih baik.
Jadi, akhirnya saya punya sebuah kesimpulan. Saya harus mulai mempersiapkan warisan untuk anak saya mulai sekarang, mulai sejak anak saya asih ada dalam kandungan ibunya. Karena saya sudah tahu dengan pasti apa yang akan saya warisan untuknya!
Warisan apa yang akan Anda tinggalkan?
Tidak ada sebuah keberhasilan tanpa sebuah suksesi (pergantian generasi/ warisan tongkat estafet) merupakan sebuah pernyataan yang sangat tajam. Betapa tidak, selama ini saya berpikir bahwa ketika berbicara tentang “kesuksesan” itu berarti saya telah memperoleh “semua” yang saya inginkan. Sementara kesuksesan sejati adalah ketika kita mewariskan apa yang kita peroleh dalam hidup kepada generasi sesudah kita (baca: keturunan).
Itulah yang saya pikirkan sebagai seorang calon Ayah. Tentu saja seorang calon ayah yang harus berpikir tentang masa depan yang akan diperoleh anak- anaknya. Dan masa depan itu, jelaslah bukan sebuah masa depan yang “suram” melainkan masa depan yang “cemerlang” karena saya sangat menyanyangi anak saya.
Ketika merenungkan sebuah ayat dalam Amsal 13: 22 “ Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya” , saya berpikir tentang warisan apakah yang akan saya tinggalkan untuk anak- anak saya. Tentu saja saya nanti dapat meninggalkan warisan harta benda kepada anak- anak saya, tetapi pikiran saya tetap saja berpikir pasti ada sesuatu yang lebih berharga untuk diwariskan daripada sekedar “harta benda”.
Mata saya telah melihat dan telinga saya telah banyak mendengar bahwa banyak kejahatan yang dilakukan oleh anak- anak orang kaya yang bergelimang dengan harta benda. Bagi banyak orang sepertinya harta benda telah menjadi semacam jaminan untuk masa depan yang lebih baik. Tetapi kenyataan bahwa banyak generasi muda terjerumus dalam banyak hal yang negatif sebagai akibat harta yang melimpah telah menguatkan saya bahwa harta bukanlah sesuatu yang “paling berharga” untuk diwariskan walaupun harta juga penting untuk dipikirkan.
Perenungan saya akhirnya mendapatkan jawabannya ketika saya membaca sebuah artikel tentang pengaruh yang ditinggalkan oleh seorang ayah terhadap anak- anaknya maupun generasi penerusnya. Saya akan bagikan artikel tentang penelitian tersebut kepada Anda.
Penelitian tersebut dilakukan oleh sebuah tim sosiolog di New York Amerika Serikat terhadap 2 garis keturunan dari seorang yang bernama Max jukes dan seorang yang bernama Jonathan Edward yang keduanya hidup dalam kurun waktu yang bersamaan di abad ke -18.
Max Jukes bukanlah orang yang beriman, dia adalah orang yang tidak punya prinsip. Istrinya juga tidak pernah menjadi orang yang beriman sampai saat wafatnya. Apa pengaruh abadi yang Max jukes dan istrinya tinggalkan bagi keluarganya? Inilah gambaran yang diperoleh dari 1.200 keturunan Max Jukes:
· 440 orang menjadikan pesta pora sebagai gaya hidup mereka;
· 310 orang menjadi gelandangan dan pengemis
· 190 orang menjadi pelacur
· 130 orang menjadi narapidana
· 100 orang menjadi pecandu minuman keras
· 60 orang mempunyai kebiasaan mencuri
· 55 orang menjadi korban pelecehan seks
· 7 orang menjadi pembunuh
Hasil penyelidikan membuktikan bahwa tidak satupun dari keturunan Jukes yang memberi kontribusi yang berarti bagi masyarkat, sebaliknya keluarga yang terkenal karena keburukannya ini secara kolektif telah merugikan negara bagian New York sebesar 1.200.000 dolar Amerika.
Sementara, bagaimana dengan Jonathan edwards? Jonathan Edwards adalah berasal dari keluarga yang taat. Ia menikah dengan Sarah, sorang wanita yang ssetia kepada Tuhan. Dan inilah keturunan mereka:
· 300 orang menjadi pendeta, misionaris atau guru besar di bidang teologi
· 120 orang menjadi profesor (guru besar) di bidang akademis
· 110 orang menjadi pengacara
· Lebih dari 60 orang menjadi dokter
· Lebh dari 60 orang menjadi author buku bermutu
· 30 orang menjadi hakim
· 14 orang menjadi rektor
· 3 orang menjadi anggota Kongres
· 1 orang menjadi wakil presiden Amerika serikat
· Sisanya enjadi pemilik pabrik di Amerika serikat
Mereka berdua berusaha meninggalkan warisan yang bentuknya sama sekali berbeda dari warisan uang.
Inilah warisan itu!
Sebuah warisan dari kehidupan orang tua yang “dipindahkan” kepada anak- anaknya. Sebuah hal yang lebih berharga dari sekedar harta yaitu kehidupan yang Allah telah berikan di dalam hidup orang tua yang akan diwariskan kepada anak- anak supaya anak- anak itu kelak punya pengaruh yang positif (baca: impact) untuk mengubahkan generasi dan masyarakatnya menjadi lebih baik.
Jadi, akhirnya saya punya sebuah kesimpulan. Saya harus mulai mempersiapkan warisan untuk anak saya mulai sekarang, mulai sejak anak saya asih ada dalam kandungan ibunya. Karena saya sudah tahu dengan pasti apa yang akan saya warisan untuknya!
Warisan apa yang akan Anda tinggalkan?