Senin, 09 Februari 2009

LEGACY- Warisan

“There’s no success without succession” (Anonim)

Tidak ada sebuah keberhasilan tanpa sebuah suksesi (pergantian generasi/ warisan tongkat estafet) merupakan sebuah pernyataan yang sangat tajam. Betapa tidak, selama ini saya berpikir bahwa ketika berbicara tentang “kesuksesan” itu berarti saya telah memperoleh “semua” yang saya inginkan. Sementara kesuksesan sejati adalah ketika kita mewariskan apa yang kita peroleh dalam hidup kepada generasi sesudah kita (baca: keturunan).

Itulah yang saya pikirkan sebagai seorang calon Ayah. Tentu saja seorang calon ayah yang harus berpikir tentang masa depan yang akan diperoleh anak- anaknya. Dan masa depan itu, jelaslah bukan sebuah masa depan yang “suram” melainkan masa depan yang “cemerlang” karena saya sangat menyanyangi anak saya.

Ketika merenungkan sebuah ayat dalam Amsal 13: 22 “ Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya” , saya berpikir tentang warisan apakah yang akan saya tinggalkan untuk anak- anak saya. Tentu saja saya nanti dapat meninggalkan warisan harta benda kepada anak- anak saya, tetapi pikiran saya tetap saja berpikir pasti ada sesuatu yang lebih berharga untuk diwariskan daripada sekedar “harta benda”.

Mata saya telah melihat dan telinga saya telah banyak mendengar bahwa banyak kejahatan yang dilakukan oleh anak- anak orang kaya yang bergelimang dengan harta benda. Bagi banyak orang sepertinya harta benda telah menjadi semacam jaminan untuk masa depan yang lebih baik. Tetapi kenyataan bahwa banyak generasi muda terjerumus dalam banyak hal yang negatif sebagai akibat harta yang melimpah telah menguatkan saya bahwa harta bukanlah sesuatu yang “paling berharga” untuk diwariskan walaupun harta juga penting untuk dipikirkan.

Perenungan saya akhirnya mendapatkan jawabannya ketika saya membaca sebuah artikel tentang pengaruh yang ditinggalkan oleh seorang ayah terhadap anak- anaknya maupun generasi penerusnya. Saya akan bagikan artikel tentang penelitian tersebut kepada Anda.

Penelitian tersebut dilakukan oleh sebuah tim sosiolog di New York Amerika Serikat terhadap 2 garis keturunan dari seorang yang bernama Max jukes dan seorang yang bernama Jonathan Edward yang keduanya hidup dalam kurun waktu yang bersamaan di abad ke -18.

Max Jukes bukanlah orang yang beriman, dia adalah orang yang tidak punya prinsip. Istrinya juga tidak pernah menjadi orang yang beriman sampai saat wafatnya. Apa pengaruh abadi yang Max jukes dan istrinya tinggalkan bagi keluarganya? Inilah gambaran yang diperoleh dari 1.200 keturunan Max Jukes:
· 440 orang menjadikan pesta pora sebagai gaya hidup mereka;
· 310 orang menjadi gelandangan dan pengemis
· 190 orang menjadi pelacur
· 130 orang menjadi narapidana
· 100 orang menjadi pecandu minuman keras
· 60 orang mempunyai kebiasaan mencuri
· 55 orang menjadi korban pelecehan seks
· 7 orang menjadi pembunuh
Hasil penyelidikan membuktikan bahwa tidak satupun dari keturunan Jukes yang memberi kontribusi yang berarti bagi masyarkat, sebaliknya keluarga yang terkenal karena keburukannya ini secara kolektif telah merugikan negara bagian New York sebesar 1.200.000 dolar Amerika.

Sementara, bagaimana dengan Jonathan edwards? Jonathan Edwards adalah berasal dari keluarga yang taat. Ia menikah dengan Sarah, sorang wanita yang ssetia kepada Tuhan. Dan inilah keturunan mereka:
· 300 orang menjadi pendeta, misionaris atau guru besar di bidang teologi
· 120 orang menjadi profesor (guru besar) di bidang akademis
· 110 orang menjadi pengacara
· Lebih dari 60 orang menjadi dokter
· Lebh dari 60 orang menjadi author buku bermutu
· 30 orang menjadi hakim
· 14 orang menjadi rektor
· 3 orang menjadi anggota Kongres
· 1 orang menjadi wakil presiden Amerika serikat
· Sisanya enjadi pemilik pabrik di Amerika serikat
Mereka berdua berusaha meninggalkan warisan yang bentuknya sama sekali berbeda dari warisan uang.

Inilah warisan itu!

Sebuah warisan dari kehidupan orang tua yang “dipindahkan” kepada anak- anaknya. Sebuah hal yang lebih berharga dari sekedar harta yaitu kehidupan yang Allah telah berikan di dalam hidup orang tua yang akan diwariskan kepada anak- anak supaya anak- anak itu kelak punya pengaruh yang positif (baca: impact) untuk mengubahkan generasi dan masyarakatnya menjadi lebih baik.

Jadi, akhirnya saya punya sebuah kesimpulan. Saya harus mulai mempersiapkan warisan untuk anak saya mulai sekarang, mulai sejak anak saya asih ada dalam kandungan ibunya. Karena saya sudah tahu dengan pasti apa yang akan saya warisan untuknya!

Warisan apa yang akan Anda tinggalkan?

Kamis, 05 Februari 2009

COVENANT

" Aku janji dech...! Pasti dateng kok. Ditunggu aja..."

Itu adalah kalimat yang sering kita dengar atau kita ucapkan. Tanda bahwa kita telah membuat kesepakatan atau janji dengan seseorang. Janji atu covenant atau perjanjian adalah hal yang sangat lumrah dikerjakan dalam hidup manusia. Dalam bergaul ataupun berdagang. Bentuknya bisa secara lisan diucapkan atau bahkan ditulis dengan bahasa sederhana samapi dengan bahas hukum yang muluk- muluk.
Tapi..
Tahukah Anda hal yang sangat sederhana tentang Perjanjian. Dalam terminologi bahasa Ibrani, kata "perjanjian/ covenant" ditulis dengan kata "birith".
Apa itu "birith"? Birith punya arti "mengikat dan memotong".
Sungguh sebuah definisi yang kontradiktif. Pada satu sisi ia "mengikat" dan pada saat yang sama ia "memotong". Bukankah itu sebuah hal yang kontradiktif atau dalam bahasa kerenya "bersikap ambivalen" ?
Mengapa perjanjian diartikan sebagai mengikat dan memotong? Karena perjanjian memang bersifat seperti itu. Ketika kita memutuskan untuk membuat perjanjian dengan pihak lain ada sesuatu dalam hidup/kepentingan kita yang diikat dengan pihak lain dan pada saat yang bersamaan ada pula kepentingan kita yang dipotong.
Contoh sederhananya ya kalau kita janjian dengan sesorang untuk lari pagi bersama, pasti ada kepentingan kita yang diikat dengan temen kita, dan pada saat yang bersamaan "kepentingan kita untuk tetap tidur di pagi hari" harus dipotong.
Yang lebih sakral lagi sebenarnya ada. Perjanjian pernikahan/ akad nikah antara seorang laki- laki dengan seorang perempuan merupakan perjanjian yang sakral. Kalau sepasang mempelai itu telah mengucapkan janji/ akad perkawinan seharusnya mereka sadar bahwa mereka telah "mengikatkan diri" menjadi suami istri dan seluruh hal yang sifatnya kesendirian "telah dipotong".
Orang yang telah menikah tidak bisa tinggal lagi dalam sifat "menikmati dunianya sendiri" karena itu sudah dipotong. Tidak bisa lagi berkata pada pasangannya bahwa "ini adalah duniaku sendiri".
Lalu apa yang didapat kalo "sudah diikat'? Sederhana saja.. kesatuan dan kesepakatan mengasilkan kerja bersama, atau dalam bahasa kerenya "sinergi". Tahukah Anda bahwa sebenarnya sinergy berasal dari bahasa yunani yang arti harafiahnya seperti kerja antara otot trisep dan bisep ketika kita mengangkat lengan kita? Jadi sinergy berarti menghasilkan tenaga yang lebih besar yang hanya dapat dikerjakan oleh kedua belah pihak. tanpa salah satu pihak berperan, yang lain tidak akan punya kekuatan.
Jadi, birith (baca: perjanjian) punya arti yang lebih dalam dari sekedar berjanji. Dia membawa konsekuensi dan "tenaga" yang jauh lebih besar dari yang pernah kita bayangkan.
Selamat berjanji!

Rabu, 04 Februari 2009

Melihat yang tidak terlihat

Pernah melihat sesuatu yang tak terlihat?

Eh, jangan berburuk sangka dulu. Ini tidak ada hubungannya dengan "dunia lain" yang pernah ditayangkan di stasiun TV swasta. Ini murni kemampuan manusia biasa yang bisa dilakukan oleh semua orang.

Misalnya begini. Pernah ketemu orang jatuh terpeleset trus kita tanya sama orang itu " Anda tidak apa-apa? Butuh pertolongan lain?", dan orang itupun menjawab "Oh, saya tidak apa- apa, trimakasih." Walaupun orang itu berkata kalau dia tidak apa- apa mungkin "mata" kita bisa melihat bahwa orang itu kesakitan. Atau Anda pernah bertemu orang yang diam namun dia termenung sangat dalam. Mungkin Anda langsung bisa mengira kalau dia sedang butuh pinjaman uang...hahahaha

Ya pokoknya seperti itulah. Melihat yang tidak terlihat adalah kemampuan pikiran bawah sadar kita untuk menginterpretasikan apa yang terjadi di balik sebuah kejadian. Atau mencari tahu apa lebih dalam dari sekedar sebuah kejadian yang bisa kita lihat dengan mata jasmani kita.

Kalau apa yang dilihat oleh "mata" itu kemudian terkoneksi dengan perasaan, kita bisa menyebutnya dengan istilah "empati". Tapi kalau apa yang dilihat "mata" itu kemudian terkoneksi dengan hati, kita bisa menyebutnya dengan "belas kasihan/ compassion".

Tunggu dulu,mungkin Anda bertanya" Memang ada perbedaan anatara empati dengan compassion?

Empati adalah sesuatu yang lahir dari keadaan yang menyentuh perasaan kita. Itu sifatnya sementara dan bisa terhapus dengan sendirinya kalau kita melihat kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang kita lihat pertama. Misalnya, kalau kita bertemu dengan pengemis dan timbul perasaan empati untuk membantu kemudian ternyata kita tahu kalau pengemis itu ternyata kaya, maka perasaan empati itu akan hilang.

ini berbeda dengan compassion. Compassion (belas kasihan) menyentuh lebih dalam. Dia berhubungan langsung dengan hati kita. Berhubungan langsung dengan "kerinduan" yang Allah pernah taruh ketika DIA menciptakan kita. Belas kasihan bersifat permanen karena dia mengalir keluar secara spontan dari hati kita.

Ingat ketika Bunda Theresa melihat orang- orang miskin dankena kusta? Dia melihat sebuah "kebutuhan" yang dia tahu bahwa itu adalah pelayanannya. Buda Theressa bergerak dalam areal kasih yang mengalir dari sumber yang tidak pernah habis yaitu kasih Allah sendiri. Belas kasihan mampu menembus segala tembok- tembok pembatas yang dibuat oleh manusia.

Mata hati yang Anda dan saya punya harus dilatih. Itu adalah kemapuan yang Allah berikan untuk menjawab kebutuhan manusia selama masih tinggal di dunia ini.

"Sebab kami memperhatikan apa yang tidak kelihatan, bukan yang kelihatan...Karena apa yang kelihatan itu sementara sementara yang tidak kelihatan itu kekal. "



Masih tentang mata......

Ada sebuah cerita di alkitab ketika seorang Raja Aram yang bernama Nahas yang memimpin bangsanya mengepung bangsa lain yang bernama Yabesy-Gilead. Singkat cerita karena melihat kemungkinan tidak akan menang melawan bangsa Aram, maka Bangsa Yabesy Gilead mengajukan permohonan menyerah. Raja Nahas-pun menyetujuinya dengan syarat mata kanan dari semua orang Yabesy-Gilead dicongkel keluar. Sungguh sebuah cerita yang aneh, terutama tentang persyaratan perdamaian. Sangat tidak wajar. Mata kanan dicongkel keluar.
Sebenarnya ada maksud yang luar biasa dari cerita ini.
Secara terminologi, nama Nahas dalam bahasa Aram kuno berarti "ular" yang pada sisi lain juga dapat diartikan sebagai Iblis. Jadi kira- kira begini: ular (baca: iblis) sedang berusaha untuk mengepung dan menyerang kita.
Bagaimana dengan mata kanan?
Pada masa itu mata kanan dipergunakan oleh para tentara untuk mengintip lawan dari celah perisai pada saat pertempuran terjadi. Dengan mata kananlah seorang prajurit bisa melihat posisi lawannya dan merencanakan sebuah penyerangan. Jadi mata kanan punya fungsi yang vital. Dan permintaan Iblis sangat sederhana..Dia minta bagian yang vital itu.
Permintaan iblis sebagai bentuk persetujuan dari "penyerahan diri" kita adalah meminta visi itu dari hidup kita. Dia kan membiarkan kita menjadi orang yang tetap produktif tapi tanpa visi. Iblis akan tetap membiarkan kita untuk berumah tangga dan bekerja dengan normal tetapi tanpa punya visi lagi. Bahkan iblis juga tidak akan mengganggu kita untuk melaksanakan ibadah kita selama kita melakukannya tanpa "mata kanan "kita.
Jadi, jagalah mata kananmu dengan hati- hati. Ada pihak lain yang menginginkannya !

Selasa, 03 Februari 2009

Visi- Pandangan Terjauh yang Kita bisa lihat mulai sekarang

Pernah terpikirkah dalam otak kita mengapa ketika Tuhan menciptakan mata, DIA menaruhnya di posisi depan dan bukan di belakang? Aku juga tidak pernah memikirkannya sampai suatu saat seorang guruku di SMA mempersoalkannya. "Mengapa mata diciptakan menghadap kedepan? Ada yang tahu?", demikian katanya. Spontan saja seluruh kelas mengernyitkan kening atas pertanyaan guru yang tidak biasa itu. " Mana kutahu , pikirku, Emang dari sononya juga udah seperti itu..". Taksatupun dari teman- temanku yang menjawabnya.
Melihat tak seorangpun menjawab, guru itu menjawab pertanyaannya sendiri. "Anak- anak, Tuhan menciptakan mata kita di depan secara filosofis mempunyai arti untuk memandang ke depan. Bukan memandang kebelakang. Hidup kita harus optimis karena semuanya harus diarahkan ke depan, membentuk masa depan yang lebih baik...bla..bla..bla" (sang guru terus melanjutkan pelajaran dan perenungannya tentang hal yang sifatnya filosofis).
Percaya atau tidak, soal dan jawaban guru itu sampai sekarang masih jadi sebuah pedoman di dalam hidupku. Lebih dari sekedar jawaban biasa, pernyataan bahwa mata diciptakan untuk memandang ke depan telah membawa perubahan yang radikal di dalam hidupku.
Dulu aku berpikir bahwa yang namanya cita- cita atau masa depan itu sesuatu yang pasti tiap orang akan memilikinya. Itu sesuatu yang wajar karena dari SD-pun anak- anak telah diajar oleh gurunya untuk menuliskan cita- cita dan masa depannya. Tetapi ternyata masa depan adalah sesuatu yang harus kita bentuk mulai sekarang. Masa depan itu diciptakan!! Dan menciptakannya dimulai dengan sesuatu yang disebut VISI.
Visi adalah pandangan terjauh yang kita bisa lihat mulai sekarang. Visi tidak dibatasi oleh keadaan kita sekarang. Visi tidak dibatasi dari pendapat orang tentang diri kita sekarang. Mengapa demikian? Karena visi tidak pernah ditaruh oleh manusia, visi ditaruh secara pribadi oleh Allah sendiri ketika DIA menenun kita di rahim ibu kita. DIA tahu dengan pasti apa yang sedang di-tenunnya di dalam rahim seorang perempuan. DIA tahu pasti akan menjadi apa kelak anak yang masih dalam kandungan itu. DIA membuat visi itu unik sehingga sesuai dengan karakter dan profil dari manusia yang diciptakan-Nya. So, tidak ada visi yang diciptakan jelek kan? Dan dia menaruhnya atas setiap manusia.
Tapi sekarang timbul pertanyaan: "Mengapa orang tidak bergerak dalam visinya?" It's a good question, and the answer is "Karena ketika godaan itu datang, kita sendirilah yang memutuskan untuk menyerahkan visi itu kepada hal- hal yang lebih rendah dari visi." Ingat, kita sendiri yang menyerahkannya. Iblis boleh menggoda (karena itu memang kesukaannya), tapi dia tidak akan pernah bisa merampasnya kalau kita tidak menyerahkannya.
Kita bisa berkata "Keadaanlah yang membuat saya berada dalam posisi seperti ini. Ketiadaan pekerjaan dan keuangan lah yang membuat saya keluar dari visi Allah." Saudara, visi-lah yang menciptakan masa depan. jangan menyerah, tetaplah bergantung kepada DIA yang telah memulai sesuatu yang baik dalam hidup kita. DIA pasti akan menggenapinya atas hidupmu.